Powered By Blogger

Tuesday, December 18, 2018

RETRET 2018: "AKU YANG MERASUL"

RETRET GURU PAK KUNZHONG
DAN PEMBINA RETRET COSTANTINI AMBAWANG

Diawali dengan Perayaan Ekaristi dalam sebuah retret adalah suatu hal yang paling indah, karena secara rohani hati kita diundang untuk masuk lebih dalam lagi dan mau menarik diri sejenak dari rutinitas keseharian. Dalam Perayaan Ekaristi retret juga, kita diajak untuk menyadari keberadaan diri di hadapan Tuhan, Sang Pencipta, Sang Pelukis dalam hidup kita, terlebih pada kesempatan ini kita dengan leluasa memohon kehadiaran Tuhan di keheningan kita secara rohani maupun jasmani.

Retret Guru PAK di Persekolahan Kunzhong dan Pembina Rumah Retret Costantini Ambawang kali ini dibimbing oleh Pater William Chang, OFM Cap. Seorang Imam yang diberi kepercayaan untuk menjadi Rektor STT Pastor Bonus Pontianak dan seorang Dosen yang mengajar di Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri (STAKaTN) Kubu Raya. Pater William, begitu sapaan akrabnya, merupakan sosok pribadi yang berpengetahuan luas baik di bidang Teologi maupun solial budaya.

Pater William menyuguhkan sub tema "Panggilan sebagai Murid Tuhan" pada sesi pertamanya. Doa memohon kedatangan Roh Kudus mengawali sesi ini; kita mengundang Roh Kudus untuk memberi karuniaNya pada kami semua agar mampu menyelami, merenungkan serta akhirnya merefleksikan pengalaman hidup sehingga dapat menjadikanya suatu bentuk langkah baru nantinya dalam berkarya di sekolah Kunzhong. Penjelasan selanjutnya pada sesi pertama ini merupakan gambaran tentang mengikuti retret. Terlibat dalam suasana retret berarti harus siap mendaki gunung tanpa membawa apapun; misalnya ransel, tongkat, makanan, obat-obatan dan lain sebagainya serta dengan resiko-resiko yang ada. Mengikuti retret juga dapat digambarkan seperti Musa (tokoh dalam Perjanjian Lama) yang berjalan di padang gurun; mencari Tuhan dalam suasana gersangnya padang gurun. Tuhan telah merancang dan menciptakan manusia sejak awal, mengatur sedemikian rupa sehingga mencerminkan diri-Nya sebagai citra (gambar dan rupa). Dalam hal ini citra diartikan sebagai bentuk kekudusan dan kemuliaan sebagai makhluk ciptaan. Dengan alasan inilah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya karena manusia memiliki akan budi, jiwa dan roh.

Suara mesin kendaraan yang lalu lalang di sekitar Rumah Retret Marie Joseph Jl. Gusti Hamzah no. 29 tidak menyurutkan semangat para peserta retret untuk masuk lebih dalam lagi mengikuti poin demi poin yang sarat akan makna yang disampaikan oleh Pater William; bahkan keheningan tersendiri terbentuk dalam ruangan ini sehingga mampu mengalahkan suara-suara kebisingan di luar.

Masih pada sesi pertama, Pater William menjelaskan bahwa ciptaan Tuhan lainnya sebenarnya secara tidak langsung turut menyempurnakan manusia:
Semut sebagai guru kerajinan  dan kerjasama
Laba-laba sebagai guru ketekunan
Sapi sebagai guru kesabaran
Burung pelikan sebagai guru pengorbanan
Air sebagai guru kerendahan hati
Tuhan telah mengenal kita bahkan sebelum kita dibentuk dalam rahim ibu (bdk.  Yer 1:5 kisah panggilan Nabi Yeremia). Oleh karena itu sebagai makhluk ciptaan-Nya yang telah diberi kesempurnaan hendaknya kita mau menanggapi panggilan Tuhan dengan ketululusan karena di dalamnya kita bekerjasama dengan-Nya untuk melaksanakan suatu proyek karya seni besar di bidang kemanusiaan.

Menanggapi panggilan Tuhan itu gampang-gampang sulit. Namun sebenarnya Tuhan telah memberikan masing-masing peranan dalam hidup setiap manusia. Dalam pengalaman rohani Rasul Paulus, panggilan yang ia jalani sungguh penuh dengan lika-liku yang menempa hidupnya. Siksaan jasmani dan rohani ia rasakan namun ia tetap setia pada panggilannya serta selalu berpihak pada Yesus Kristus, setelah pertobatan totalnya di kota Damsyik.

Baik Rasul Paulus maupun Nabi Yeremia, mereka tidak memilih jalan hidupnya sejak awal. Begitu juga dengan kita, Tuhan-lah yang memilih kita melalui panggilan hidup masing-masing. Bagi kita masing-masing, apakah sejak kecil kita pernah membayangkan bahwa pada hari ini kita akan seperti saat ini dalam situasi sekarang? Apakah sejak awal kita sudah bisa menentukan peranan kita dalam hidup seperti saat ini? Sebagai guru, orang tua, pedagang, petani atau apa pun pekerjaan yang ditekuni saat ini.

Sesi kedua telah menanti kami setelah makan malam. Dengan sub tema “Mengenal Hati Yesus” para peserta retret diajak untuk mengenal secara lebih dalam lagi mengenai pribadi Yesus dan karya-Nya. Mengenal berarti mencintai dengan segenap konsekuensi positif di dalamnya yaitu mau mengasihi, memilih dan setuju dengan segala tindakan pada hati yang ingin dikenal. Hati Yesus adalah hati seorang anak yang mengenal Bapa-Nya, Ia menyatu dalam hubungan batin dengan Bapa, Ia tidak pernah mencobai Bapa-Nya bahkan Ia selalu menyembah-Nya, Ia melakukan tindakan/ karya selalu atas dasar persetujuan atau seizin Bapa-Nya (bdk. Yoh 2:1-11 dalam Pernikahan di Kana; “Waktu-Ku belum tiba”). Yesus juga merupakan sosok yang lemah lembut (Ia menyembuhkan pada hari Sabat; mendahulukan situasi kemanusiaan) namun tegas (bdk. Mat 11:21). Di setiap karya besar-Nya, Yesus selalu menyampaikannya dengan pemahaman yang mudah dimengerti oleh semua orang. Ia mewartakan Kerajaan Allah tanpa henti  dan tanpa jarak dengan para murid-Nya, bahkan sebelum Ia menderita sengsara Ia masih memberikan pelajaran kerendahan hati dengan mencuci kaki para murid-Nya hingga pada wafat-Nya, Yesus memberikan keteladanan dalam kerendahan hati.

“Gaudete et Exultate”, menjadi  sub tema puncak dalam permenungan singkat di Wisma Marie Joseph keesokan harinya. Himbauan Apostolik Paus Fransiskus ini mau mengajak kita untuk menyadari siapa diri kita di hadapan Allah dan sesama sehingga dapat melakukan hal-hal sederhana namun dengan semangat cinta kasih maka kita telah menuju kekudusan. Tokoh-tokoh Gereja yang memiliki semangat “Gaudete et Exultate” diantaranya adalah St. Fransiskus Asisi dan Ibu Teresa dari Calcuta, India.

Masih dalam semangat “Gaudete et Exultate”, berikut ini adalah gerakan-gerakan kecil untuk menuju kekudusan:
*Menolak gosip dengan “Jamu” alias jaga mulut (bdk. Yak 3:6)
*Menjadi pendengar yang sabar dan penuh cinta kasih
*Menyampaikan kata-kata baik pada orang yang lain
*Memuji lebih baik daripada menyombongkan diri
*Mampu bertahan dalam kerendahan hati
*Penuh suka cita dan rasa humor

Pertumbuhan dalam kekudusan adalah suatu perjalanan hidup dan bekerja dalam komunitas bersama saudara-saudari lainnya. Keadaan inilah yang menghidupi pengalaman-pengalaman yang asli dan mistik (pengalaman rohani).


Info sekolah-sekolah kunzhong:

https://www.kunzhong.sch.id/

0 comments:

Post a Comment