Powered By Blogger

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Thursday, November 29, 2018

Character Building di RRCA

Sekolah Dasar Katolik Karya Yosef
Pontianak

Pembinaan karakter pada dasarnya telah menjadi bagian program pembangunan manusia di Indonesia; contohnya pada bidang pendidikan. Implementasi nilai-nilai karakter pada setiap mata pelajaran diharapkan mampu mendongkrak karakter setiap pribadi siswa secara khusus dan diharapkan berpengaruh global pada masyarakat Indonesia sehingga mampu menekan perilaku-perilaku negatif dan membudayakan karakter positif di segala bidang kehidupan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat umum.

Erat kaitannya dengan pembangunan karakter, Presiden Indonesia ketujuh, Joko Widodo menggadang-gadangkan satu slogan yaitu "Revolusi Mental". Beliau mengharapkan semua jajaran pemerintahan baik tingkat pusat maupun daerah melakukan revolusi mental dan salah satu mental yang ingin dibangun disini adalah semangat bekerja dengan totalitas dan profesional.

Erat kaitannya dengan pembinaan karakter, SDK Karya Yosef Pontianak, Kalimantan Barat memiliki program berkelanjutan dengan nama "Character Building" (CB). Kegiatan ini dilaksanakan setiap Semester Natal (Ganjil) pada bulan Oktober khusus untuk siswa-siswi kelas VI di Rumah Retret Costantini Ambawang (RRCA), Kalimantan Barat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membentuk pribadi siswa yang mandiri, berkarakter kuat dan beriman yang matang. Lewat pengenalan alam serta proses mengolah suatu makanan mulai dari bahan mentah hingga dapat dinikmati, para siswa disadarkan bahwa Tuhan menyediakan alam untuk seluruh proses kehidupan manusia.
Gambaran umum kegiatan CB:
Para siswa peserta CB mendapat briefing teknis keberangkatan dari guru pendamping (wali kelas dan guru yang ditunjuk) kemudian para siswa berangkat menggunakan mobil bus sekolah/ yayasan. Setiba di RRCA, mereka disambut oleh para pembina dan langsung disuguhkan snack khas RRCA. Berikutnya para peserta CB dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diajak untuk mengenal tanaman karet dan cara menyadap serta manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari. Kelompok lainnya diajak untuk mengenal tanaman sagu hingga langsung praktik mengolah menjadi bahan baku untuk membuat kue sagu. Dua kelompok ini saling bergantian mengalami dua proses kegiatan. Di sore hari para peserta CB diajak untuk mengolah bahan baku sagu tadi menjadi makanan kering yang nikmat untuk dimakan. Pada malam hari, peserta CB melakukan kegiatan ringan yaitu latihan untuk para petugas Perayaan Ekaristi dan kegiatan malam ditutup dengan doa sekaligus renungan malam. Kegiatan esok harinya lebih seru dan semakin menantang. Nama kegiatannya adalah "Jungle Tour". Para peserta diajak bertualang menjelajahi alam sekitar Rumah Retret. Dengan beberapa tantangan pada jalur yang dilewati, para peserta diajak untuk tetap melewatinya.
Semangat pantang menyerah menjadi salah satu tujuan yang mau dicapai dalam kegiatan Jungle Tour ini.

Kegiatan akhir pada hari kedua ini berlangsung sangat seru dan pastinya akan menjadi kenangan yang akan mereka ceritakan di kemudian hari kelak saat bertemu teman seangkatan atau pada anak cucunya bahwa mereka pernah melakukan kegiatan yang sarat akan makna.

Hal unik juga terjadi pada setiap rangkaian CB dari tahun ke tahun. Para guru, mulai dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas dan guru- lainnya juga ikut ambil bagian dalam menanamkan nilai kebersamaan dan kedisiplinan dalam kegiatan ini. Setelah menemani siswa dalam kegiatan sore hingga malam, guru-guru ini akan bergegas pulang ke Pontianak pukul 03.00 WIB untuk siap melaksanakan tugas rutin sebagai guru seperti biasa di pagi harinya. Dengan berkendara beriringan mulai dari Rumah Retret menembus dinginnya malam hingga tiba di rumah masing-masing.


Salah satu jalur Jungle Tour




GURUKAH AKU?


Refleksi seorang guru

Pagi itu, sekitar pukul 8.40 seorang siswi, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya) menemui saya. Setengah berlari dengan kondisi yang berlinang air mata dia bercerita dengan terbata-bata bahwa dirinya baru saja diejek teman sekelas. Walau saat itu sedang jam istirahat, sebagai seorang walikelas hal pertama yang saya pikirkan adalah mengkondisikan Bunga agar dia merasa aman dan terlindungi. Lonceng tanda selesai jam istirahat berbunyi ketika itu saya tunggu beberapa orang teman sekelas Bunga menemui saya di kantor. Sedikit menginterogasi dan sekedar “kroscek” kejadian yang sebenarnya disertai dengan nasihat bla..bli….bluu… akhirnya didapat suatu kesepakatan bahwa bersedia saling memaafkan dan tidak boleh ada lagi yang saling ejek dimana pun berada.

         Guru merupakan suatu profesi, namun dibalik profesi tersebut, untuk memutuskan menjadi guru berarti secara sukarela juga mengemban profesi lainnya yang tidak dibuat SK (Surat Keputusan) oleh pihak yang berwenang. Dalam hal ini guru bermain peran lebih dari satu, selain sebagai pendidik ia juga seorang pembimbing bahkan sebagai pribadi yang mengayomi layaknya induk ayam yang setia melindungi anak-anaknya; terlepas dari ada atau ketidak-adaan guru khusus yang menangani bidang konseling.
        Di beberapa negara, profesi guru sangat dimuliakan dan dihargai setinggi-tingginya baik oleh masyarakat maupun pemerintahnya, tentu berkaitan dengan profesionalitas guru itu sendiri. Memutuskan untuk menjadi guru harusnya setara dengan seorang yang mengikrarkan janji sehidup semati dalam untung dan malang di hadapan Tuhan dan manusia untuk suatu perkawinan suci. Janji perkawinan yang diucapkan secara sadar dan akan menjaganya sampai maut memisahkan merupakan suatu simbol dari sebuah keputusan yang tidak main-main. Demikian juga halnya memutuskan untuk mengemban suatu profesi sebagai guru. Dalam falsafah Jawa, guru itu harus menjadi tauladan yang di “gugu lan ditiru”. Guru dianggap sebagai pribadi yang tidak hanya mendidik dan mentransformasi pengetahuan dalam kelas atau hanya sebatas melaksanakan tugas mengajar pada jam pelajaran yang diampu, melainkan lebih dari itu. Guru berperan sebagai aktor dalam pertunjukan nyata di dunia pendidikan. Dia bertindak sebagai pendidik pada profesi bidang latar belakang kependidikannya hingga mampu mengarahkan naradidiknya menjadi pribadi yang unggul di bidangnya, dia akan bertindak sebagai psikolog apabila seorang siswa berperilaku tidak jujur atau mengadu terjadi permasalahan di rumahnya, seorang guru juga bisa menjadi seorang petugas cleaning service karena ia harus memberi contoh pada naradidiknya bahwa memelihara kebersihan adalah bagian dari kepribadian yang murni dan pada saat tertentu guru juga bisa jadi Superman, misalnya ketika upacara bendera ia harus mengangkat sendiri siswa yang berbadan besar pingsan sementara dia sendiri berbadan mungil, seorang guru juga seorang pustakawan apabila tumpukan koreksian (buku kerja siswa) serta hasil prakarya para siswa dia susun dengan rapi dan guru juga seorang motivator handal yang tidak kalah dengan Mario Teguh.
        Masih banyak profesi-profesi dan pekerjaan-pekerjaan tambahan yang mengarah pada keahlian dan ketrampilan seorang guru. Tidak salah juga apabila ada spanduk yang bertuliskan “tanpa kami tidak akan ada para wakil rakyat, walikota, gubernur dan wakil gubernur” di barisan demo guru-guru se-Kalbar pada Senin, 27 Juni 2016 yang lalu. Oleh karena itu secara tidak langsung guru dituntut pandai dan mampu menjadi ujung tombak dalam setiap aspek perkembangan masyarakat.
Tanpa mengabaikan berat ringannya tanggung jawab pada pekerjaan, berprofesi sebagai guru dan pekerjaan menjadi sopir truk ada kesamaan dan banyak sekali perbedaannya; kesamaannya adalah keduanya sama-sama pekerjaan yang berat walau ada segelintir orang berpendapat “gampang menjadi guru”. Menjalani profesi guru akan terasa berat apabila tanggungjawab belum selesai misalnya nilai siswa belum terkumpul padahal sudah melewati batas waktu pengumpulan nilai, apabila koreksian menumpuk mau tidak mau harus dibawa pulang ke rumah karena harus cepat dikembalikan pada siswa. Perbedaannya dengan seorang sopir truk; guru harus mempersiapkan materi ajar yang akan dilaksanakan pada esok harinya sedangkan sopir truk tidak perlu repot-repot untuk mempersiapkan materi ajar karena dia bukan guru (smile..).
      Nah inilah sekelumit suka dan dukanya menjalani profesi sebagai guru. Namun jangan kawatir, memutuskan menjadi seorang guru berarti sudah tahu bahwa namanya sudah tercatat di surga, terlebih guru agama.

Tetap Bersemangat !!


By: JAP


Thursday, November 22, 2018

RETRET 2017: GARDA COSTANTINIAN DI SEKOLAH KUNZHONG

Sharing pengalaman dalam melaksanakan tugas
Retret Guru-guru Agama Katolik dan Pembina Rumah Retret Costantini
yang Bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Kalimantan

Retret merupakan suatu kegiatan pembinaan iman dengan mengarahkan diri pada hubungan vertikal, hubungan diri dengan Allah dan mengolah pengalaman sehari-hari menjadi pengalaman iman yang menguatkan.

Yayasan Pendidikan Pendidikan (YPK), melalui Komisi Kerohanian, menyelenggarakan Retret bagi guru-guru yang mengajar Pendidikan Agama Katolik di YPK.

Berhubung Yayasan Pendidikan ini milik Kongregasi Murid-murid Tuhan (CDD) memiliki fasilitas rumah retret jadi tempat penyelenggaraannya di Rumah Retret Costantini Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, milik sendiri.

Kegiatan berlangsung dari tanggal 4 Desember hingga 6 Desember 2017.

P. Laurentius Fol Piluit, CDD berperan sebagai pendamping/ pembimbing dalam retret kali ini. Beliau membagi materi retret menjadi empat bagian dan bagian terakhir adalah sharing pengalaman. 
Pada bagian pertama yaitu ulasan tentang "Bangga Menjadi Katolik". Fenomena menarik pun diangkat pada bagian ini yaitu fenomena saat Perayaan Ekaristi. Kita tahu bahwa Perayaan Ekaristi merupakan puncak karya keselamatan Allah pada manusia melalui pengurbanan Yesus disalib, namun kenyataan yang terjadi dalam Gereja; bagi beberapa orang, puncak keselamatan dari Allah tersebut belum mendapat tempat tersendiri dalam praktik imannya. Pada saat Perayaan Ekaristi berlangsung, orang tua ikut sementara anaknya dititipkan di (katanya) sekolah minggu. Suatu fenomena yang tidak asing lagi terjadi dalam praktik hidup menggereja, seolah seperti pepatah "Gayung Bersambut"; anak di "titipkan" di sekolah minggu dengan alasan agar tidak mengganggu saat berlangsungnya Perayaan Ekaristi. Ada lagi alasan lainnya. Ekaristi dirasakan sangat membosankan sehingga apabila anak-anak mengikutinya akan memancing mereka untuk membuat keributan di dalam gereja, nah cara yang dilakukan orang tua untuk mengatasi ini biasanya adalah menitipkan anaknya di sekolah minggu. 
Apa salahnya di sini?
Kekeliruan apa yang terjadi di sini?
Anak-anak akan dijauhkan dengan pengalaman langsung dalam Perayaan Ekaristi bahkan hingga tidak mengenal apa itu Ekaristi. Akibat fatal berikutnya akan terjadi yaitu tidak adanya pemahaman tentang Ekaristi, tidak mengenal Ekaristi dan akhirnya tidak mencintai Ekaristi. Kebanggaan akan Ekaristi pun akan sulit didapatkan, apalagi untuk menjadi orang Katolik yang militan.

Pada bagian kedua, Pater Fol mengajak para guru agama Katolik untuk belajar lebih dalam lagi tentang sosok kepemimpinan Yesus. Di sini keteladanan yang mau ditunjukan bahwa seorang pemimpin hendaknya memiliki kemampuan dalam mendelegasikan (bdk. Kel 18:21-23), pemimpin yang menyadari keterbatasannya (bdk. Ul 1:9), pemimpin adalah pelayan (bdk. Luk 22:25) dan yang terakhir, seorang pemimpin hendaknya selalu membuat rencana/ visi-misi (bdk. Luk 14:31-32). Dalam keteladanan kepemimpinan yang diberikan oleh Yesus diantaranya; Yesus selalu mengawali karya dengan berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan, Yesus juga berusaha memberi kepercayaan kepada para muridNya dengan mengutus para murid serta diberikan kuasa untuk mengusir roh jahat. Di sisi lain, Yesus juga memberikan teladan bahwa pemimpin itu berkepribadian yang tegas; nampak ketika Yesus mengusir para pedagang yang sedang berjualan di Bait Allah. 

Menjadi seorang pendidik iman, para guru agama hendaknya selalu mendoakan siswa secara pribadi dengan segala keunikannya karena seorang pendidik yang baik bukan hanya mengerjakan tanggungjawabnya ketika jam mengajar saja tetapi lebih dari itu; seorang pendidik yang setia hendaknya ia menjadi pendidik selama 24 jam. 
Menjadi pendidik 24 jam artinya, setelah melaksakan tanggungjawab di sekolah sebagai guru, seorang pendidik iman (guru agama katolik) juga membuka kesempatan bagi para siswa yang ingin hanya sekedar bercerita keadaannya (curhat). Mendoakan mereka; ini menjadi salah satu fungsi guru agama katolik di luar jam mengajar wajib di sekolah.

Bagian ketiga pada retret ini, Pater Fol mengajak para Guru Agama Katolik Kunzhong dan Pembina Rumah Retret untuk belajar dari seorang Filsuf  Yunani yaitu Plato. Menurut Plato, pendidikan adalah suatu usaha merawat dan membudayakan jiwa. Ada tahapan-tahapan yang mesti dilalui oleh manusia dalam usaha memahami diri dan lingkungan sekitar.
Tahap awal (sampai usia 20 tahun)
Pendidikan pra-rasional.
Pendidikan yang cocok untuk tahap awal ini berkaitan dengan seni, imitasi pada cerita/ kisah, puisi dan teater theologi.
Tahap kedua (usia 20 tahun sampai 30 tahun)
Bidang pendidikan yang memungkinkan untuk mengembangkan pribadi berkaitan dengan ilmu pasti misalnya matematika dan astronomi. 
Tahap ketiga (usia 30 tahun sampai 35 tahun)
Bidang pendidikan yang cocok berkaitan dengan dialektika. 
Seseorang akan berusaha menyelesaikan suatu masalah menggunakan nalar.
Masa matang (sampai umur 50 tahun)
Kepribadian seseorang akan diukur dari sejauh mana keberaniannya dalam membuat keputusan, dianggap bijaksana dan memiliki keadilan.

Bagian keempat merupakan penutupan pada keseluruhan isi materi retret ini. Pada bagian keempat ini, peserta retret diajak untuk menghayati tugas dalam karya. Tugas dan tanggungjawab dihayati sebagai sebuah karya. Dalam setiap karya, kita berusaha selalu menuju kekudusan. Seruan Apostolik Paus Fransiskus "Gaudete et Exsultate" (Bergembira dan bersukacitalah) mengajak kita semua untuk selalu melakukan hal-hal sederhana namun dengan cinta maka kita telah dituntun selangkah manuju kekudusan. Kita juga diajak untuk menyadari siapa diri kita dengan semangat cinta kasih. Sebagai pendidik (sekaligus pendidik iman), kita diajak dalam karya untuk membentuk manusia dalam konteks menjelaskan misteri Allah yang begitu luas sehingga menjadi nyata dari hari ke hari.

Dalam rangkaian retret ini, tidak lupa pula Pater Fol mengajak peserta untuk berefleksi secara pribadi dan mensharingkan pengalaman kepada peserta lainnya. Semua dalam suasana kasih persaudaraan. Pada beberapa foto yang diambil, nampak antusiasnya para peserta dalam mengikuti retret.
Semoga banyak hal-hal baik yang kami terima dan kami refleksikan dalam retret ini mampu kami kembangkan dan laksanakan dalam tugas karya di lingkungan sekolah dan di masyarakat dimana pun kami berada.

Oleh: JAP

Rm Fol, CDD
Pembimbing Retret
Br. Yosef, CDD
(selama retret Br. Yosef, CDD selalu menemani kami)
Pak Inno
(Ikut menemani kami juga selama retret)
Ice breaking
agar semakin semangat retretnya
Makan bersama dalam susana silentium
Pemberian cinderamata dari Yayasan Pendidikan Kalimantan
yang diwakilkan oleh Br. Yosef, CDD kepada Rm. Fol, CDD

Wednesday, November 21, 2018

Makna TANDA SALIB

TANDA SALIB

Rumusan yang benar adalah:
DALAM NAMA BAPA
DAN PUTERA
DAN ROH KUDUS
AMIN.








Dengan tangan kanan kita, rumusan Tanda Salib diucapkan sambil serta merta menunjuk (menggunakan jari jempol, telunjuk dan jari tengah yang disatukan) pada kening, dada dan pundak kiri dan kanan.

Tanda Salib kita lakukan untuk mengundang Allah Tritunggal untuk datang dan bersemayam di pikiran, hati serta melindungi segala aktivitas yang kita lakukan. Dengan Tanda Salib juga, kita diberkati dalam pikiran, hati dan keberadaan diri kita sepenuhnya.

Dengan tanda Salib kita mengingat kembali secara istimewa hidup, wafat dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dan merupakan tanda kemenangan Kristus atas maut untuk menebus manusia dari dosa.
Dengan tanda salib tubuh dan jiwa kita telah disucikan oleh Allah. Kita membuat tanda salib berarti kita mengundang Allah Tritunggal untuk menjaga, melindungi kita sehingga kita tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Bapa (misalnya berkata-kata kasar, berbohong, mencuri, memfitnah, membunuh dan hal-hal tidak baik lainnya).

Tanda salib juga merupakan tanda persatuan kita dengan sesama umat Katolik, misalnya jika kita makan di tempat umum, kemudian melihat ada orang membuat tanda salib, kita pasti bilang: Oh, orang itu orang Katolik, dia saudara saya yang seiman. Dengan membuat tanda salib kita juga ikut mengingatkan orang lain untuk selalu berdoa.
Kapan kita membuat tanda salib?
1) Pada saat sebelum dan sesudah kita berdoa.
2) Ketika kita melewati setiap bangunan gereja Katolik, untuk menghormati kehadiran Tuhan Yesus di dalam Tabernakel.
3) Ketika memasuki gereja (membuat tanda salib dengan air suci).
4) Saat-saat sedang menghadapi ketakutan ataupun ketika menerima kabar duka cita (misalnya kabar orang meninggal).
5) Ketika hendak mengusir godaan, ketakutan maupun mengusir pengaruh kuasa jahat.
6) Ketika orang tua (papa mama),  memberkati anak-anaknya, ia dapat menandai anak-anaknya dengan tanda salib di dahi mereka, misalnya sebelum anak-anak berangkat ke sekolah atau sebelum mereka tidur pada waktu malam hari.
8. Saat kita bersyukur atas kabar sukacita dan menang dalam suatu pertandingan.

Setiap kita membuat tanda salib kita mengingat dan menghormati Kristus yang oleh kasih-Nya rela menyerahkan hidup-Nya di kayu salib untuk menebus kita yang berdosa. Maka mulai sekarang, mari kita jadikan Tanda Salib ini sebagai bagian dari hidup kita.
Awali aktivitas dengan Tanda Salib dan doa agar kita selalu diberkati dan dituntun dalam kebaikan sebagaimana yang Yesus ajarkan.
Sumber 1) http://www.imankatolik.or.id/tandasalib.html
Sumber 2) http://www.katolisitas.org/dalamnya-makna-tanda-salib/

Sunday, November 18, 2018

Sepenggal Kisah Kami di Ambawang

Character Building Kelas 6A Angkatan 2018
SDK Karya Yosef, Pontianak
Ini 6a bukan kaleng-kaleng
Ini 6a bukan kaleng-kaleng
Setiap hati
Riang gembira
Asek asek josssss!!!

Friday, November 16, 2018

Rindu Natal

Oleh J.A.P













Menjelang Natal
Ada suatu perasaan yang ingin kuungkapkan
Ada suatu pesan yang ingin kusampaikan
Ada suatu kata yang ingin kuucap
Menjelang Natal
Kubenahi diriku
Kusiapkan hatiku
Kutancapkan penantian ini
Untuk menyambut kedatangan
Sang Juruselamat
Menjelang Natal
Tak bisa kubendung lagi
Lembar-lembar kerinduan ini
Yang seolah terus berakar
Hingga di sanubariku
Menjelang Natal
Kuingin segera pulang
Berjumpa Mama Papa
Adik-adikku serta handai taulanku
Kuingin menyambut kelahiranMu
Dalam keluargaku
Penuh suka cita
Merajut damai yang sudah mulai usang
Agar terpatri keindahan
Dalam suasana
Suka cita Natal