Powered By Blogger

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, December 14, 2022

Monday, December 12, 2022

5 POSISI KONTROL


Penghukum

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.


Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):

“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?”

Tanyakan kepada diri Anda:

Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? 

Hasil:

Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

 

Pembuat Merasa Bersalah

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.


Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu):

“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.”

Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?

Hasil:

Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

 

Teman

Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”

“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”

“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.

Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.


Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka)

“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).

Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?

Hasil:

Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.

 

Pemantau

Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”

“Apa yang telah kamu lakukan?”

“Sanksi atau konsekuensinya apa?”

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.


Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal):

Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?”

Adi:    “Tahu Pak!”

Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang harus dilakukan bila terlambat?”

Adi:    “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan saya.”

Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”

Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Hasil:

Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah.  Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.

 

Manajer

Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”

“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”

“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.


Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):

Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”

Adi:    “Tahu Pak, jam 7:00!”

Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?”

Adi:  “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”

Guru:  “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?”

Adi:     “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”

Guru:  “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”

Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.

Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.

 

Sunday, December 11, 2022

Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif


Restitusi merupakan tindakan yang didasarkan atas kasih. Mengapa? karena upaya menanamkan disiplin positif melalui pendekatan restitusi bukan merupakan tindakan mengadili, bukan pula merupakan tindakan hukuman. Restitusi merupakan jalan terbaik untuk menuju disiplin positif. Dengan menggunakan pendekatan restitusi, murid diajak untuk berefleksi atas tindakan (atau bahkan kesalahan) yang telah dia lakukan baik sengaja maupun tidak sengaja ia lakukan. Pribadi yang mampu berefleksi maka ia akan menjalankan disiplindari kesadaran diri sendiri. Orang lain hanya sebagai motivator agar tindakan disiplin positif ini dapat berjalan dengan baik.

Dihukum oleh Penghargaan_ Salah satu materi Guru Penggerak



“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab, atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang baru, atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas,kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya,  atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.” (Alfie Kohn)

Dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for Excellence in Education, 2006 tampak bahwa penghargaan itulah yang dapat menghacurkan potensi seseorang, karena dengan adanya penghargaan yang dilakukan secara terus-menerus maka seseorang akan merasa ketergantungan; semua yang dilakukan akan berdasarkan keinginan untuk mendapatkan penghargaan dan cenderung apa yang dilakukan tidak tulus.

Goresan uneg-uneg

Bila di sekolah Anda tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi karyawan yang sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan Anda penghargaan menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? 

Dari buah pemikiran pertanyaan ini, saya akhirnya menuangkannya dalam tulisan ini (semoga pimpinan saya tidak membacanya hi hi hi). Beberapa tempat saya bekerja, disiplin inilah yang diutamakan. Aturannya: datang tepat waktu, pulang sesuai waktu yang ditentukan. Tindakan demi tindakan dilakukan untuk mendisiplinkan karyawan yang tidak disiplin waktu agar disiplin. Dan begitu saja. Bahkan ada suatu tempat dimana saya pernah bekerja yang nampak cuma "hobi mencari kesalahan" karyawannya saja. Itu yang nampak. Pertanyaannya: apakah lembaga ini dapat bertahan atau di mata masyakarat apakah lembaga ini tetap menjadi lembaga favorit? Iya, untuk saat ini. Secara logika, karyawan yang terjaring dalam sanksi/ peringatan indisipliner pasti akan meninggalkan luka (walaupun dia salah) pada dirinya. Apalagi hingga si karyawan tersebut hingga di putuskan hubungan kerjanya atau paling tidak tindakan "pengasingan" (mutasi dalam bahasa kerennya). Karyawan ini sebelumnya telah berusaha sebaik mungkin melaksanakan tugasnya, berusaha loyal pada pimpinan dan lembaga serta berusaha disiplin terhadap aturan. Karena tersandung satu permasalahan, setumpuk kebaikannya hilang dengan satu tindakan indisiplinernya tadi. Dilema.

...........................................................................................

.................................................................

Ketika saya memutuskan untuk bekerja di suatu lembaga/ instansi berarti saya mesti memiliki prinsip loyalitas. Saya akan berusaha datang dan pulang sesuai dengan waktu yang ditentukan, bekerja sesuai dengan fungsinya dan berusaha menjaga nama baik lembaga/ instansi tempat saya bekerja; sekalipun pimpinan tidak pernah memberikan penghargaan saat ini, saya yakin pimpinan berikutnya akan memberikan penghargaan (hehehe). Tetapi penghargaan tersebut bukan tujuannya. Saya mesti memiliki prinsip "Loyalitas - Profesional" dalam bekerja.

Saya akan selalu berusaha datang sebelum waktu yang ditetapkan (bukan tepat waktu) dan berusaha menjadi teladan bagi murid dan guru lain.

Semoga tidak diasingkan lagi.

Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF)

 Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF)



  • Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
  • Kemandirian dan Tanggung jawab
  • Kejujuran (Amanah), Diplomatis
  • Hormat dan Santun
  • Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
  • Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
  • Kepemimpinan dan Keadilan
  • Baik dan Rendah Hati
  • Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan

IBO Primary Years Program (PYP)

 IBO Primary Years Program (PYP)


Sikap Murid:

  • Toleransi
  • Rasa Hormat
  • Integritas
  • Mandiri
  • Menghargai
  • Antusias
  • Empati
  • Keingintahuan
  • Kreativitas
  • Kerja sama
  • Percaya Diri
  • Komitmen

Saturday, December 10, 2022

Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? (Stephen R. Covey)



Merubah pandangan seseorang dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol (Stephen R. Covey) memang gampang-gampang susah. Disini diperlukan keterbukaan kita dan tergantung juga kebiasaan serta pembiasaan yang tidak dapat terjadi dengan begitu saja, dibutuhkan proses. Contohnya, kebiasaan mengontrol orang lain yang sering dilakukan akan sangat sulit diubah apabila diterapkan pula teori kontrol (Anda tidak bisa mengontrol orang lain); walaupun kebiasaan ini apabila dilakukan secara terus-menerus pasti akan berhasil jg. Menanamkan dalam diri bahwa "anda tidak dapat mengontrol orang lain, andalah yang mesti mengontrol diri sendiri"

Thursday, November 24, 2022

REFLEKSI HARI GURU: Dari Sudut Siswa


Kalau ada temanmu yang pintar yang sering dapat nilai 100, tolong jangan ngelirik dia dengan kalimat “banyak orang sukses tanpa mesti dapat nilai 100” dan kamu juga berlindung dibalik kalimat itu padahal kegigihan dan ketekunan dia dengan belajar yang menjadikan dia bisa dapat nilai segitu bukan tentang besar nilainya tapi proses untuk mendapatkan nilai itu yang mesti dipahami betul.

Angka tidak menentukan kesuksesan tapi bagaimana cara kamu menyelesaikan tanggung jawab, kejujuran, kegigihan dan kerja keras yang kamu lakukan yang bakal membantu jadi apa kamu di masa depan. 

Sekolah tidak mengajarkan apa-apa tentang hidup. 

Ah... masa sih aku nggak sepenuhnya setuju dengan kalimat ini karena menurut aku matematika melatih penggunaan logika, tugas-tugas termasuk PR mengajarkan tentang tanggung jawab, ujian mengajarkan tentang kejujuran, presentasi dan kerja kelompok yang melatih bagaimana cara kamu bekerja dalam tim dan mengutarakan ide yang ada di kepala kamu tanpa merendahkan orang lain. 

Semua ini kita dapatkan di sekolah dimana tempat berkumpulnya para guru yang selalu siap mendampingi kita untuk meniti kesuksesan itu.

Mereka berusaha memastikan kita agar tidak sendirian mengisi lembaran demi lembaran dalam hidup ini.

Walau tertatih-tatih dengan tugas administrasi wajib yang mesti diselesaikan, dia tetap berjiwa besar untuk menghantarkanmu ke gerbang kesuksesan.

Tetap semangat para guruku

Selalu sehat dan jaga kesehatanmu

Tuhan selalu melindungimu


Wednesday, November 16, 2022

Dear Daniel Mananta

Saya terpaksa harus post ulang Surat Terbuka dari Seorang Biarawan yang peduli tentang keimanan Kristiani. Saya post ulang karena saya juga tidak setuju dengan pernytaan Daniel Mananta:
Silahkan disimak:


Untuk Saudara Terkasihku Daniel Mananta:

Katolik Tidak Menyembah Berhala

 

Saya yakin-seyakinnya; saudaraku Daniel Mananta adalah seorang Katolik sejati. Bahkan dalam warta di penakatolik.com terungkap bahwa Daniel Mananta kini lebih religius karena berkat Tuhan yang diberikan kepadanya. (bdk. Alasan Mengapa Daniel Mananta Kini Lebih Religius, penakatolik.com, January-1-2022). Bahkan kereligiusannya sebagai seorang Katolik ia ungkapkan lewat tindakan nyata dengan mendirikan sebuah Kapel St. Yohanes Pembaptis Stasi Wae Mata, Paroki Rangga, Lembor-Keuskupan Ruteng (bdk. Di Hari Pentekosta, Daniel Mananta Resmikan Gereja yang Dibangunnya di Flores, floresa.com, 24-Mei-2015).

 

Namun saya kemudian tersentak ketika pernyataannya yang mengamini pernyataan UAS yang mengatakan bahwa salib ada jin kafir dan patung Yesus sama dengan menyembah berhala. Daniel mendasarkan dirinya pada Kitab Nabi Yesaya 44:13-20. Kita semua tahu bahwa Daniel Mananta pernah mengadakan diskusi bersama dalam podcast Daniel Mananta Network (Daniel Tetangga Kamu) sekitar Agustus 2022 yang lalu. Dalam podcast tersebut dibicarakan juga soal salib dan patung yang dihormati oleh umat Katolik.

 

Saya secara pribadi tidak mempermasalahkan Daniel Mananta mau mewawancarai siapapun termasuk dengan UAS bahkan Rizieq sekalipun. Karena itu adalah hak dia. Namun menjadi masalah ketika dari diskusi tersebut kemudian menjadi pandangan UAS yang bukan seorang Katolik untuk menuduh bahkan menghakimi keimanan Katolik. Disinilah Daniel terpeleset sangat dalam. Sebagai seorang Katolik bukannya Daniel menggunakan ajaran-ajaran resmi Gereja untuk meyampaikan pendapatnya, tetapi menggunakan pandangan orang dari agama lain untuk menyatakan “salah” terhadap keyakinan dan iman agamanya sendiri dengan mengatakan bahwa dalam salib Yesus ataupun patung ada unclean spirit atau roh kotor atau “jahat.”

 

Dan kalau Daniel adalah seorang Katolik sejati maka diapun seharusnya paham dan sadar bahwa dia sama sekali tidak memiliki otoritas untuk menyatakan salah atau benar terhadap sebuah pernyataan. Yang memiliki kewenangan dan otoritas untuk mengatakan salah dan benar adalah Magisterium Gereja dalam hal ini Paus dalam kolegialitas bersama para Uskup sebagai pengganti para rasul di dunia ini.

 

Daniel Mananta yang adalah seorang Katolik pengikut Kristus, dengan bangganya seakan-akan dia adalah seorang eksegese yang menguasai Alkitab menuding umat Kristen dalam hal ini Katolik menuduh bahwa dalam patung termasuk salib Yesus ada unclean spirit. Daniel mengajak pemirsa agar sebelum memberikan komentar atas pandangannya tersebut sebaiknya membaca dan memahami secara benar Kitab Nabi Yesaya 44:13-20. Namun sayang, ajakan Daniel tersebut tidak dibarengi dengan pemahamannya baik dan benar atas teks Kitab Nabi Yesaya tersebut.

 

Dasar Biblis dari Kitab Nabi Yesaya yang menjadi pendasaran Daniel Mananta mirip dengan  yang biasa digunakan oleh oknum kelompok agama lain untuk melegitimasi pendapat mereka bahwa umat Katolik menyembah berhala yaitu Kitab Keluaran 20:4; “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi dibawah, atau yang ada di dalam air di bawa bumi.”

 

Kalau konteks yang digunakan hanya melulu Kitab Keluaran 20:4 maka akan menimbulkan penafsiran sesat dan menuduh umat Katolik menyembah berhala. Padahal dalam ilmu tafsir Kitab Suci, setiap ayat memiliki keterkaitan satu sama lain. Maka dalam melakukan tafsiran tetap melihat konteks seluruh ayat. Dalam arti satu ayat tidak ditafsirkan berdiri sendiri. Maka konteks dan teks menjadi sangat penting.

 

Dalam konteks ini, maka Kitab Keluaran 20:4 merupakan penjelasan lanjutan dari Kitab Keluaran 20:3; “jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku” yang hampir mirip dengan Yesaya 44:17. Ayat  4 dari kitab Keluaran 20 dan ayat 17 dari Kitab Nabi Yesaya 44 sebenarnya sudah sangat jelas bahwa yang dilarang oleh Allah adalah membuat patung Allah sendiri atau yang menyerupai-Nya karena Allah terlalu Agung maka tidak dapat digambarkan dengan apapaun yang dibuat oleh manusia. Dan dalam kedua kitab tersebut kata allah dengan menggunakan “a” kecil yang merujuk pada penyembahan berhala.

 

Mengapa Allah melarang membuat patung diri-Nya atau yang menyerupai-Nya? Hal itu nampak jelas juga dalam ayat 5 bahwa hanya Dia yang disembah. Artinya Katolik salah jika umat Katolik membuat patung yang menyerupai atau menggambarkan wajah Allah dan menyembah serta menghormatinya. Dalam kenyataanya, sepenjang sejarah perkembang Gereja Katolik, tidak pernah ada patung Allah atau yang menyerupai Allah dibuat dan disembah oleh Gereja Katolik di manapun.

 

Dalam teks Kitab Suci berbahasa Inggris demikian bunyinya:

 

“You must not make for yourself an idol of any kind or an image of anything in the heavens or on the earth or in the sea.” (Exodus 20:4, A New Englis Translation Of The Septuagint).

 

Kata “idol” dalam Webster’s Universal Dictionary And Thesaurus, halaman 261 berarti gambar atau objek yang disembah sebagai dewa atau allah. Ini sudah sangat jelas bahwa arti berhala adalah jika kita membuat allah lain dalam bentuk patung, gambar, dan benda material apa pun. Kita dapat menganggap ini sebagai tuhan palsu yang tidak dipuja oleh Katolik.

 

Lantas bagaimana dengan keberadaan patung para santo santa, Yesus, dan Bunda Maria di dalam gereja? Mereka adalah pengantara yang menghadirkan keselamatan Allah. Dalam Kitab Bilangan 21:8 sudah sangat jelas bahwa Tuhan meminta kepada Musa untuk membuat ular tedung dan menempatkan pada sebuah tiang agar setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya akan tetap hidup atau selamat.

 

Dari perikop ini sudah sangat jelas bahwa ular tedung hanyalah media, instrument atau pengantara di mana Tuhan menunjukan kuasa dan keselamatan-Nya. Demikian juga dengan patung atau gambar Yesus, Bunda Maria serta santo dan santa merupakan pengantara antara Allah dengan manusia dan manusia dengan Allah di mana melalui pengantaraan mereka Allah menghadirkan karya keselamatan-Nya demikian juga umat manusia boleh mengalami kehadiran keselamatan Allah melalui pengantaraan mereka.

 

Kata memandang adalah bentuk penghormatan, penghargaan dan bukan penyembahan atau berhala. Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa Gereja Katolik tidak menyembah berhala pada allah lain karena tidak pernah ada patung yang menyerupai wajah Allah yang diimani dan diakui di dalam Gereja Katolik.

 

Semoga penjelasan singkat ini menyadarkan saudaraku Daniel Mananta. Jika tidak dan akhirnya berlabuh ke pelabuhan lain hanya pesan saya; “jangan pernah menjelekan iman agamamu dan sekalipun kamu memang serius ingin mendalami keyakinan agama lain hal itu tidak mengurangi dan menambah iman kekatolikan umat Katolik karena sejatinya umat Katolik tidak pernah menyembah berhala melainkan saudaraku Daniel Mananta yang sedang “menyembah” seorang pribadi manusia biasa untuk keamanan dan kenyamanan pribadi.”

 

Manila: 16-November 2022

Tuan Kopong MSF


Tuesday, August 2, 2022

SAKRAMEN-SAKRAMEN DALAM GEREJA KATOLIK


Sakramen sebagai tanda dan sarana keselamatan
, maka menerima dan memahami sakramen hendaknya ditempatkan dalam kerangka iman dan didasarkan kepada iman. Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan. Maka sakramen dalam Gereja Katolik mengandung 2 (dua) unsur hakiki yaitu:

  • Norma artinya kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi
  • Materia artinya barang atau tindakan tertentu yang kelihatan

Berikut ini ke-7 Sakramen dalam Gereja Katolik yaitu:

  1. Sakramen Baptis
  2. Sakramen Ekaristi
  3. Sakramen Tobat
  4. Sakramen Krisma
  5. Sakramen Perkawinan
  6. Sakramen Imamat
  7. Sakramen Perminyakan/ Pengurapan orang sakit

Saturday, July 2, 2022

9 NILAI ANTI-KORUPSI



Berikut ini 9 nilai anti-korupsi yang diperkenalkan oleh KPK sebagai pedoman kita bersama dalam upaya menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik sekaligus alarm hidup bersama untuk tahu batasan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.

9 Nilai Anti-korupsi tersebut adalah:

1) Kejujuran;

2) Kedisiplinan;

3) Kepedulian;

4) Tanggung jawab;

5) Kerja keras;

6) Kesederhanaan;

7) Kemandirian;

8) Keberanian;

9) Keadilan.


Kejujuran diarahkan untuk membangun integritas yang tinggi. Kedisiplinan digunakan untuk menaati hukum dan norma-norma. Kepedulian merupakan bentuk kepekaan pada lingkungan. Tanggung jawab adalah kesadaran untuk menunaikan amanah. Kerja keras merupakan bentuk pengabdian yang sebaik-baiknya. Kesederhanaan yaitu bergaya hidup tidak boros dan mewah. Kemandirian merupakan tanda tidak mudah tergantung pada orang lain. Keberanian adalah mampu melaporkan kecurangan dan berani memperbaiki diri. Keadilan yaitu adil di dalam menerapkan hukum.