Penghukum
Seorang
penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang
menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan
sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi.
Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi
aturan saya, atau awas!”
“Kamu
selalu saja salah!”
“Selalu,
pasti selalu yang terakhir selesai”
Guru
seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa
berhasil, yaitu cara dia.
Penghukum (Nada
suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):
“Terlambat
lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat
waktu?”
Tanyakan
kepada diri Anda:
Bagaimana
perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang
terlambat?
Hasil:
Kemungkinan
murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali
duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih
buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan
akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.
Pembuat Merasa
Bersalah
Pada
posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan
menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah,
atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:
“Ibu
sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa
kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana
coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di
posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka,
murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada
anak, lesu):
“Adi,
kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat
lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa
sekali.”
Bagaimana
perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?
Hasil:
Murid
akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid
akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang
lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena
emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid
dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun
dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus
amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Teman
Guru
pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya
mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun
positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan
murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk
mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:
“Ayo
bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo
ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya
sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal
negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu
maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid
merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul
adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru
lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
Teman (nada suara:
ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum
jenaka)
“Adi,
ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa
terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu
sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Bagaimana
perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?
Hasil:
Murid
akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif,
hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila
ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya.
Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang
menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru
atau orang lain.
Pemantau
Memantau
berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas
perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi,
kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang
yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya
apa?”
“Apa
yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi
atau konsekuensinya apa?”
Seorang
pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan
sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip
catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori
stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Pemantau (nada
suara datar, bahasa tubuh yang formal):
Guru:
“Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?”
Adi:
“Tahu Pak!”
Guru:
“Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang harus
dilakukan bila terlambat?”
Adi:
“Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan
mengerjakan tugas ketertinggalan saya.”
Guru:
“Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk
menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”
Bagaimana
perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Hasil:
Murid
memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu
peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi
marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman
yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan
tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam
istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.
Manajer
Posisi
terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan
murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid
agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah
memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian,
bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila
diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang
merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada
Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya
sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya,
maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat
konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki
kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah
kamu meyakininya?”
“Jika
kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa
rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas
seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid
untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari
kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik
dan kuat.
Bisa
jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi
Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi
atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5
posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi
inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab
atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan
lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Manajer (nada
suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):
Guru:
“Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”
Adi:
“Tahu Pak, jam 7:00!”
Guru:
“Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah
ini?”
Adi:
“Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru:
“Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa
hadir tepat waktu ke sekolah?”
Adi:
“Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”
Guru:
“Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”
Bagaimana
perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Pada
posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu
meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang,
atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid
ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.
Fokus
ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah
mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil
posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun
pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk
mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.
0 comments:
Post a Comment