Powered By Blogger

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, December 14, 2022

Monday, December 12, 2022

5 POSISI KONTROL


Penghukum

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.


Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):

“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?”

Tanyakan kepada diri Anda:

Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? 

Hasil:

Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

 

Pembuat Merasa Bersalah

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.


Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu):

“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.”

Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?

Hasil:

Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

 

Teman

Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”

“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”

“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.

Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.


Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka)

“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).

Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?

Hasil:

Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.

 

Pemantau

Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”

“Apa yang telah kamu lakukan?”

“Sanksi atau konsekuensinya apa?”

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.


Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal):

Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?”

Adi:    “Tahu Pak!”

Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang harus dilakukan bila terlambat?”

Adi:    “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan saya.”

Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”

Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Hasil:

Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah.  Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.

 

Manajer

Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”

“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”

“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.


Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):

Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”

Adi:    “Tahu Pak, jam 7:00!”

Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?”

Adi:  “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”

Guru:  “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?”

Adi:     “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”

Guru:  “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”

Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.

Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.

 

Sunday, December 11, 2022

Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif


Restitusi merupakan tindakan yang didasarkan atas kasih. Mengapa? karena upaya menanamkan disiplin positif melalui pendekatan restitusi bukan merupakan tindakan mengadili, bukan pula merupakan tindakan hukuman. Restitusi merupakan jalan terbaik untuk menuju disiplin positif. Dengan menggunakan pendekatan restitusi, murid diajak untuk berefleksi atas tindakan (atau bahkan kesalahan) yang telah dia lakukan baik sengaja maupun tidak sengaja ia lakukan. Pribadi yang mampu berefleksi maka ia akan menjalankan disiplindari kesadaran diri sendiri. Orang lain hanya sebagai motivator agar tindakan disiplin positif ini dapat berjalan dengan baik.

Dihukum oleh Penghargaan_ Salah satu materi Guru Penggerak



“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab, atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang baru, atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas,kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya,  atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.” (Alfie Kohn)

Dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for Excellence in Education, 2006 tampak bahwa penghargaan itulah yang dapat menghacurkan potensi seseorang, karena dengan adanya penghargaan yang dilakukan secara terus-menerus maka seseorang akan merasa ketergantungan; semua yang dilakukan akan berdasarkan keinginan untuk mendapatkan penghargaan dan cenderung apa yang dilakukan tidak tulus.

Goresan uneg-uneg

Bila di sekolah Anda tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi karyawan yang sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan Anda penghargaan menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? 

Dari buah pemikiran pertanyaan ini, saya akhirnya menuangkannya dalam tulisan ini (semoga pimpinan saya tidak membacanya hi hi hi). Beberapa tempat saya bekerja, disiplin inilah yang diutamakan. Aturannya: datang tepat waktu, pulang sesuai waktu yang ditentukan. Tindakan demi tindakan dilakukan untuk mendisiplinkan karyawan yang tidak disiplin waktu agar disiplin. Dan begitu saja. Bahkan ada suatu tempat dimana saya pernah bekerja yang nampak cuma "hobi mencari kesalahan" karyawannya saja. Itu yang nampak. Pertanyaannya: apakah lembaga ini dapat bertahan atau di mata masyakarat apakah lembaga ini tetap menjadi lembaga favorit? Iya, untuk saat ini. Secara logika, karyawan yang terjaring dalam sanksi/ peringatan indisipliner pasti akan meninggalkan luka (walaupun dia salah) pada dirinya. Apalagi hingga si karyawan tersebut hingga di putuskan hubungan kerjanya atau paling tidak tindakan "pengasingan" (mutasi dalam bahasa kerennya). Karyawan ini sebelumnya telah berusaha sebaik mungkin melaksanakan tugasnya, berusaha loyal pada pimpinan dan lembaga serta berusaha disiplin terhadap aturan. Karena tersandung satu permasalahan, setumpuk kebaikannya hilang dengan satu tindakan indisiplinernya tadi. Dilema.

...........................................................................................

.................................................................

Ketika saya memutuskan untuk bekerja di suatu lembaga/ instansi berarti saya mesti memiliki prinsip loyalitas. Saya akan berusaha datang dan pulang sesuai dengan waktu yang ditentukan, bekerja sesuai dengan fungsinya dan berusaha menjaga nama baik lembaga/ instansi tempat saya bekerja; sekalipun pimpinan tidak pernah memberikan penghargaan saat ini, saya yakin pimpinan berikutnya akan memberikan penghargaan (hehehe). Tetapi penghargaan tersebut bukan tujuannya. Saya mesti memiliki prinsip "Loyalitas - Profesional" dalam bekerja.

Saya akan selalu berusaha datang sebelum waktu yang ditetapkan (bukan tepat waktu) dan berusaha menjadi teladan bagi murid dan guru lain.

Semoga tidak diasingkan lagi.

Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF)

 Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF)



  • Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
  • Kemandirian dan Tanggung jawab
  • Kejujuran (Amanah), Diplomatis
  • Hormat dan Santun
  • Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
  • Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
  • Kepemimpinan dan Keadilan
  • Baik dan Rendah Hati
  • Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan

IBO Primary Years Program (PYP)

 IBO Primary Years Program (PYP)


Sikap Murid:

  • Toleransi
  • Rasa Hormat
  • Integritas
  • Mandiri
  • Menghargai
  • Antusias
  • Empati
  • Keingintahuan
  • Kreativitas
  • Kerja sama
  • Percaya Diri
  • Komitmen

Saturday, December 10, 2022

Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? (Stephen R. Covey)



Merubah pandangan seseorang dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol (Stephen R. Covey) memang gampang-gampang susah. Disini diperlukan keterbukaan kita dan tergantung juga kebiasaan serta pembiasaan yang tidak dapat terjadi dengan begitu saja, dibutuhkan proses. Contohnya, kebiasaan mengontrol orang lain yang sering dilakukan akan sangat sulit diubah apabila diterapkan pula teori kontrol (Anda tidak bisa mengontrol orang lain); walaupun kebiasaan ini apabila dilakukan secara terus-menerus pasti akan berhasil jg. Menanamkan dalam diri bahwa "anda tidak dapat mengontrol orang lain, andalah yang mesti mengontrol diri sendiri"